Senin, 28 Juli 2008

Pilkada Jatim Kemungkinan Dua Putaran

Berdasarkan penghitungan cepat (quick count) yang saya baca di beberapa harian pagi, tidak ada satupun pasangan calon gubernur/wakil gubernur Jatim mampu meraih mayoritas pendukung 30 persen, sehingga Pilgub di daerah tersebut dipastikan akan berlangsung dalam dua putaran.

Penghitungan cepat yang dilakukan Litbang Rabu, hingga pukul 17.25 WIB, perolehan suara masing-masing pasangan calon gubernur dan wakil gubernur tidak lebih dari 26 persen.

Pasangan Soekarwo-Syaifullah Yusuf mengumpulkan 25,53 persen, Khofifah Indar Parwansa-Mujiono 25,25 persen, Sutjipto-Ridwan Hisjam 22,18 persen, Soenaryo-Ali Maschan Musa 19,44 persen dan Achmady-Suhartono 7,57 persen.

Hasil tersebut diperoleh dari 397 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dari 400 sampel TPS, sedangkan jumlah pemilih sebanyak 188.912.

Sementara Peneliti Litbang Kompas yang juga penanggungjawab proyek penghitungan cepat Kompas, Bambang Setiawan mengatakan, setelah jumlah sampel yang masuk lebih dari 50 persen, biasanya konfigurasi perolehan suara tidak akan mengalami perubahan signifikan.

Karena itu, Pilgub Jatim yang diikuti lima pasangan calon tersebut kemungkinan besar akan terjadi dalam dua putaran.

Sementara itu Ketua KPUD Jatim Wahyudi Purnomo secara terpisah menyatakan, berbagai penghitungan yang dilakukan sejumlah lembaga tersebut terlalu dini untuk dicermati, meskipun diakuinya hasil sementara itu umumnya benar-benar terwujud hingga akhir perhitungan.

Jika melihat fenomena ini apakah mungkin rakyat Jatim bimbang memilih calon pemimpin atau gara-gara banyaknya yang golput. Dimana masyarakat malas untuk memilih dengan alasan cagub dan cawagub hanya sekedar mengobral janji dan bukti nol.(referensi dari beberapa media harian)

Selasa, 01 Juli 2008

Memilih Narkoba atau Mengibarkan bendera Merah Putih

Logo Lomba Blog Remaja Kisara 2008

Blog Kisara

Antisipasi dini akan bahaya narkoba harus mulai digalakkan, mengingat banmyaknya korban berjatuhan. Semua elemen dituntut ikut andil dalam upaya meredam penyalahgunaan narkoba. Bagaimana dengan pendidikan sekolah apakah memiliki peran penting untuk mengantisipasi?

Perkembangan penyalahgunaan narkoba di Indonesia umumnya dan Bali khususnya saat ini menunjukkan kecenderungan yang meningkat bahkan pada ambang yang sangat mengkhawatirkan. Angka yang terungkap oleh aparat kepolisian hanya merupakan fenomena gunung es yang tampak hanya di permukaan saja. Sedangkan kedalamannya tidak terukur dan memprihatinkan. Korbannya sebagian besar adalah generasi muda produktif penerus bangsa, terutama di kalangan pelajar SMA.
Berdasarkan data terbaru yang didapat dari kepolisian daerah Bali direktorat resersa narkoba Jl Wr Supratman no 7 Denpasar Bali 80233, mengungkapkan bahwa pada jajaran Januari 2007 hingga Mei 2008 Bali merupakan wilayah tertinggi penyalahgunaan dan penyebaran narkoba.

Sementara hasil dari penelitian BNN yang di kutip dari www.balipost.com mengungkapkan bahwa Selama tahun 2004, besaran biaya ekonomi dan sosial akibat penyalahgunaan narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 23,6 triliun. Dari jumlah itu, 78 persennya merupakan kontribusi biaya ekonomi. Biaya terbesar timbul dari konsumsi narkoba, sebanyak Rp 11,3 triliun.



Dalam penelitian itu disebutkan, biaya sosial dari penyalahgunaan narkoba pada tahun 2004 telah mencapai sekitar Rp 5 triliun. Kontribusi terbesar terhadap biaya untuk kriminalitas, terutama di tingkat keluarga. Hal itu diketahui dari survei terhadap siswa SMA, penyalahguna narkoba di masyarakat, di panti rehabilitasi, petugas kepolisian, mantan penyalahguna, serta keluarga penyalahguna.

Dan di tahun yang sama, besaran penyalahguna narkoba teratur-pakai dan pecandu di Indonesia diperkirakan telah mencapai sekitar 3,2 juta orang, atau setara dengan 1,5 persen jumlah penduduk. Komposisinya, 79 persen laki-laki dan 21 persen perempuan. Dari jumlah itu, 69 persennya adalah kelompok teratur pakai dan 31 persen pecandu. Ironisnya, lebih dari separuh dari kelompok pecandu (56 persen), atau sekitar 572 ribu orang merupakan penyalahguna narkoba suntik. Diantara para penyalahguna narkoba suntik itu, 400 ribu orang diperkirakan telah terinfeki Hepatitis B, 458 ribu orang terinfeksi Hepatitis C, dan 299 ribu orang telah terinfeksi HIV.

Sementara berdasarkan survei tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada tahun 2003, mengungkap sebaran penyalahgunaan narkoba per ibukota provinsi secara nasional. Hasilnya, ada tiga kota yang memiliki besaran persentase penyalaguna narkoba paling tinggi. Yakni Jakarta (23 persen), Medan (15 persen) dan Bandung (14 persen). Beberapa kota lain yang mengikuti diantaranya Medan (6,4 persen), Surabaya (6,3 persen), Maluku Utara (5,9 persen), Padang (5,5 persen), Kendari (5 persen), Banjarmasin (4,3 persen), Palu (8,4 persen), Yogyakarta (4,1 persen), dan Pontianak (4,1 persen).

Kenyataan itu juga diperkuat dengan hasil survei tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba pada pekerja formal dan informal di 15 provinsi tahun 2004. Kebiasaan merokok dan minum minuman keras disimpulkan sebagai perilaku awal yang biasanya menjadi pemicu orang mencoba narkoba. Sebanyak 94 dari 100 responden penyalahguna narkoba adalah perokok, sementara 91 dari 100 orang adalah peminum minuman keras. Sayang, penelitian terakhir ini tak mengikutsertakan Bali sebagai sasaran. Survei hanya dilakukan di Medan, Jambi, Palembang, Bengkulu, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Balikpapan, Palangkaraya, Makassar, Kendari, Manado, dan Mataram. (Komang Erviani / pernah dimuat di Media HIV/AIDS dan Narkoba KULKUL Edisi 10, November 2005).

Sementara dari pihak Polda Bali di wakili oleh Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol AS Reniban mengakui bahwa Bali saat ini menduduki posisi tertinggi dalam penyalahgunaan narkoba. “Berdasarkan data yang kami kumpulkan, Bali merupakan wilayah terbanyak pemakai narkoba. Sementara jika dari segi umur rata-rata golongan usia remaja, dan dari tingkat pendidikan SMA mendudukui posisi tertinggi. Hal ini disebabkan karena Bali merupakan tempat pariwisata dan transit dari berbagai negara dan daerah”, kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol AS Reniban di kantornya, Jalan WS Supratman, Denpasar, Senin (9/6/2008).

Dengan muka serius Humas Polda Bali Reniban panggilan akrabnya menjelaskan bahwa golongan usia remaja antara umur 15 -30 rawan akan penyalahgunaan narkoba. Lebih jelasnya bila dilihat pada tabel 1 tentang data pelaku berdasarkan usia/umur di bawah ini.

Tak lupa juga Ia menyarankan kepada seluruh media yang ada di Indonesia dapat memberikan informasi pendidikan Narkoba kepada para pelajar Indonesia, khususnya wilayah Bali. “Mengingat para pelajar yang banyak menjadi korban akan bahaya dari narkoba, saya berharap media dapat memberikan informasi pendidikan narkoba kepada pelajar”, ungkapnya dengan serius, dan sekali-kali terlihat senyum dibibirnya.
Hal yang sama juga dituturkan oleh koordinator Progam penanggulangan narkoba wilayah Bali, Elyas Pawelloi. “Perkembangan narkoba di Bali semakin mengganas dan korban paling banyak adalah para remaja dan pelajar SMA”, ungkap Elyas Pawelloi saat ditemui. “Ketika di tanya rata-rata mereka mengaku di ajak teman atau sekedar coba-coba”, ujarnya Menambahkan. “Sementara untuk jenis narkoba yang dikonsumsi adalah Psykotropika dalam bentuk sabu-sabu dan Jarum suntik”,tambahnya dengan memakai busana kemeja warna hitam.

Elyas Pawelloi, kelahiran Jakarta 29 Juli yang akrab di sapa Elyas menjelaskan dengan rinci bahwa saat ini telah terjadi trend penyimpangan penggunaan alat jarum suntik narkoba, yaitu pemakaian jarum suntik secara begantian dan sistem oral. Sistem oral adalah pemakaian narkoba bukan dengan cara di suntikkan pada lengan namun, dihisab lewat mulut. Penyimpangan ini tentunya sangat berbahaya pada pemakai dan jika teruskan akan berdampak buruk pada pemakai yaitu ketidaksadaran. Sementara pemakaian jarum suntik secara bergantian akan berdampak pada penularan virus HIV.
Guna mengantisipasi hal tersebut tim progam penanggulangan narkoba yang tergabung dalam KPA (Komisi Penanggulangan Aids) wilayah Bali bekerjasama dengan LSM memberikan pengetahuan dan penyuluhan bahaya dari penyalahgunaan narkoba, terutama dalam penggunaan jarum suntik secara bergantian. Adapun progam tersebut adalah perubahan Perilaku. Dimana progam ini mengajak para perjasu (sebutan bagi pemakai jarum suntik) menghentikan pemakain jarum suntik secara bergantian. Dan mengarahkan untuk memakai jarum suntik sendiri-sendiri, guna mengurangi dampak buruk penyebaran virus HIV.

Dan yang kedua, adalah subtitusi pemberian obat pengganti pada perjasu, agar pemakaian narkoba tidak dengan dilakkukan dengan cara oral, namun di minum. Demi tercapainya progam ini tim penanggulangan narkoba bekerja sama dengan pihak Rumah Sakit yang ada di Bali. Tiap perjasu mendapatkan alat suntik dan obat pengganti secara gratis dan hanya membayar biaya registrasi. “kita disini tidak langsung meminta perjasu berhenti karena memang itu perlu waktu, namun kita mengajak untuk mengantisipasi agar dampak buruk tidak terjadi”, ujar suami Indira Yanti dengan semangat.



Sementara Dr Made Oka Negara, S.Ked pihak konseling penanggulangan narkoba yang tergabung dalam KPA (komisi penanggulanagn Aids Bali), juga mengakui bahwa para pelajar yang terikat dengan narkoba disebabkan oleh ajakn teman atau hanya sekedar coba-coba. “Mungkin selama ini banyak orang beranggapan bahwa broken home adalah penyebab utama atas pemakaian narkoba. Itu anggapan yang salah? Hasil survey di lapangan mengungkapkan bahwa 20% karena broken home, dan 80% sisanya merupakan faktor kepribadian, pergaulan, dan ajang coba-coba”, ungkap Dr Made Oka Negara, S.Ked, yang akrab di sapa Dr Oke.

“Ajakan teman inilah yang paling menyesatkankan, sebab mereka pada mulanya hanya sekedar coba-coba terima tawaran dari teman. Dan barang di dapat secara gratis. Namun lama kelamaan, jika si anak sudah mulai mengalami ketergantungan, pemberian barang secara gratis dihentikan dan di wajibkan untuk membeli”, ujar Dr Oka. “Rata-rata mereka mengaku pengen di bilang gaul oleh teman-temannya. Jadi saat ditawari mereka mau-mau aja”, tambahnya dengan geleng-geleng kepala.

Dengan busana kemeja warna hijau muda Dr Oke mengungkapkan, bahwa Narkoba merusak bio-psiko-sosial pemakainya, dan untuk menyembuhkan semua efek narkoba itu memerlukan waktu amat panjang. Kalau sampai tahap putus zat atau withdrawal syndrome saja, cukup dengan program detoksifikasi sekitar 10-14 hari. Tetapi, terapi rehabilitasinya yang panjang karena kecenderungan untuk menjadi pengguna lagi cukup tinggi, bisa sampai 90 persen. Kalau mempertimbangkan semua itu, seharusnya tak perlu ada kata “coba-coba” pada narkoba.

Peralihan dari coba-coba ke tingkat ketergantungan itu cepat sekali. Kalau ganja sekitar satu tahun, maka ecstasy hanya delapan-sembilan bulan, sabu lebih cepat lagi, sekitar empat-lima bulan. Heroin dan kokain lebih cepat lagi, hanya perlu beberapa hari atau minggu saja untuk sampai ke tingkat ketergantungan.
Sebagai zat yang amat kuat efek ketergantungannya, narkoba menyerang sistem saraf pusat seseorang. Ini mengakibatkan terganggunya sistem kesadaran, perubahan pola pikir, terganggunya sistem persepsi, dan terjadi perubahan hormon. Selain itu narkoba juga memberi efek psikologis, yaitu terganggunya sistem perasaan pemakainya. Korban akan berubah menjadi sosok yang ekstrem, artinya dia akan mudah sekali senang, atau sebaliknya mudah sekali tersinggung, sedih, atau cemas.



Pria kelahiran Bogor, 12 Maret 1975 di asrama Brimob mengaku sempat kaget ketika menangani seorang anak pemakai narkoba berumur 9 tahun. Kategori umur anak-anak yang seharusnya berkumpul dan bermain bersama teman-teman sebayanya. Namun kali ini ia harus mengalami sakit dan ketergantungan akan narkoba. Dengan suara agak sarau dan mata berkaca-kaca, putra pasangan Ketut Ridan dan Wayan Kertiasih menceritakan kliennya yang masih tergolong anak-anak. Ia mengaku sedih ketika melihat Doni bukan nama sebenarnya terlihat lemas dan loyo. “Ini membuktikan bahwa narkoba sudah mewabah ke tingkat anak-anak. Bocah yang seharusnya tertawa dan bergembira dengan masa kecilnya. Namun kali ini harus berjuang menghentikan ketergantungan akan narkoba”, kata Dr Oke yang pernah mencoba membuat album kaset kompilasi band, membuat video klip dan membuat film edukasi.

Dengan kejadian ini Dr Oke sangat berharap pada dunia pendidikan, terutama lingkup sekolah yang merupakan rumah kedua setelah keluarga. “kita ketahui bersama berdasarkan data di lapangan bahwa para pelajar merupakan korban tertinggi dari penyalahgunaan narkoba. Untuk itu sekolah diwajibkan memberikan informasi dan pengetahuan akan bahaya dari penyalahgunaan narkoba”, ujar Dr Oke menambahkan dengan serius. Dia juga berharap pada media yang ada, untuk selalu mendukung gerakan anti narkoba dengan memberikan informasi bahaya akan penggunaan narkoba di kalangan masyarakat dan pelajar khusunya.

Keinginan yang sama juga diungkapkan oleh ketua dewan pimpinan ketua Granat (gerakan nasional anti narkotika) wilayah provinsi Bali, Erfian Zufry Eddy, SE (12/6/2008) di kediamnya Jl Tukad Pakerisan No 116 Denpasar. Ia menuturkan bahwa media ikut andil dalam memerangi penyalahgunaan narkoba yang terjadi. Khususnya dikalangan pelajar sekolah yang merupakan korban tertinggi dari penyelahgunaan narkoba. Pelajar adalah calon penerus bangsa yang harus dibina dengan baik. Jika mereka rusak, masa depan negarapun bakal rusak. “untuk itu saya berharap selain pemerintah, LSM, dan lain sebagainya media juga ikut campur memberikan informasi narkoba kepada pelajar. Dengan begitu penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja pelajar bisa berkurang”, katanya dengan bersandarkan kursi sofa warna coklat tua.

Dengan duduk santai Erfian sapaan akrabnya, menuturkan bahwa para pelajar yang terjerat narkoba biasanya di sebabkan karena coba-coba ajakan teman. Inilah faktor yang terjadi di lapangan. Untuk itu kita harus memberikan pengetahuan kepada para pelajar dan menamkan semangat keberanian untuk berkata tidak untuk mencoba narkoba ketika ada ajakan dari teman. “Benteng diri harus diperkuat, itu merupakan kunci utama jika ingin bebas dan jauh dari narkoba”, ucapnya memberi saran dengan senyum.

Motif

Tren budaya gaul di kalangan remaja saat ini menjadi sorotan dari banyak pihak, mengingat pergaulan yang di jalani para remaja menjadi potret suram bagi kehidupan remaja itu sendiri. Salah satunya adalah penyalahgunaan narkoba di lingkungan pelajar. Narkoba adalah momok yang menakutkan bagi siapapun, jadi nggak jika Presiden RI Bambang Yudhoyono menempatkan penyalahgunaan narkoba sebagai satu diantara 3 musuh besar negara saat ini.

Seorang pemuda dari Jakarta, tinggal di Bali kurang lebih 10 tahun mengaku mengkonsumsi narkoba. Aris (22) bukan nama sebenarnya, mengkonsusmsi narkoba jenis sabu-sabu. Dalam setiap harinya Ia mengeluarkan uang Rp 300.000 – Rp 600.000, untuk membeli narkoba jenis sabu-sabu. Menurutnya ia memakai narkoba sejak umur 13 tahun. Waktu itu ia masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Bermula dari ajakan teman untuk mencoba merokok, kemudian beralih ke ganja, shabu-shabu, dan sekarang beralih ke putaw. Putaw adalah jenis heroin kelas empat sampai enam. Putaw ini berbentuk serbuk kecil, tidak berbau dan mudah larut di dalm air. Pemakaiannya dengan cara dihisap atau disuntikkan ke dalam tubuh.

Ketika ditanya kenapa menggunakan narkoba, dengan tenang dan santai ia menjawab, “iseng and pengen gaul aja”, sebuah jawaban yang jujur dan sesungguhnya tejadi dikalangan remaja. “Waktu itu saya sangat bangga dan senang bisa mengkonsumsi narkoba, meski saya tahu dan sadar kalau narkoba itu nggak bagus buat kesehatan”, katanya saat di temui di rumah makan di daerah Kute. “Yang bikin saya senang adalah rasa pede dan percaya diri semakin meningkat”, tambahnya dengan menikmati makanan.
Cowok kulit putih kelahiran Jakarta dengan berat badan 42 kg mengaku sudah pernah mencoba segala jenis narkoba. Mulai dari ganja (cimenk, gele), ekstasi (speed, ineks), Shabu-shabu, putaw, heroin, dan morfin. Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Aris (bukan nama aslinya) salah satu pelajar kelas 2 di salah satu SMA di Denpasar. Ia mulai konsumsi narkoba saat kelas satu. Waktu itu ia di ajak teman dugem disebuah club. Disanalah ia mulai mengkonsumsi narkoba. “Waktu itu saya sempat menolak, namun ketika melihat teman-teman pada ketawa dan happy banget, akhirnya saya terima tawaran mereka untuk mencoba”, ujarnya. “Dari situlah saya mengenal narkoba”, tambahnya menceritakan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Feby, pelajar kelas1 di salah satu SMA Kute. Ia mengaku mememakai narkoba semenjak di ajak dugem ama teman. Awalnya menolak, namun karena malu dan nggak enak menolak terus akhirnya saya mau. “Itu pun hanya untuk menghargai dia aja”, katanya sambil menghisap rokok, dikediamannya.

Gadis kulit putih dan berambut panjang kelahiran Kute, 12 Mei 1990, mengaku sadar dan tahu banget, bahwa narkoba sangat berbahaya. Bahkan perasaan takut tertangkap polisi atau di marahin keluarga sempat menghantui fikirannya. “Saya takut ketahuan ama ortu dan polisi, bisa-bisa saya di penjara”, akunya dengan duduk santai diteras rumah dengan busana kaos warna pink gambar Doraemon.

Untuk mendapatkan dan membeli narkoba cewek berzodiac pisces ini cukup menjual barang-barang yang ada di kamar. “Bahkan kadang saya bohong sama ortu minta uang untuk keperluan sekolah, padahal saya gunakan untuk membeli ganja”, ucapnya dengan pelan, takut kedengaran sambil tertawa kecil.

Beda dengan Ucok siswa kelas 3 di salah satu SMA Kute juga, yang saat ini sedang menunggu kelulusan, mengaku terang-terangan memesan narkoba di depan orang tua. Bahkan kadang sempat meminjam handphone milik orang tua juga. “Saya sudah biasa memesan narkoba di depan orang tua. Mereka diam, kerena mereka nggak tahu dan kominikasi yang saya gunakan menggunakan bahasa istilah atau gaul yang hanya di mengerti anak muda”, ujarnya menceritakan di sebuah Cafe Denpasar.

Solusi

Remaja adalah calon generasi penerus yang akan menerima tongkat estafet kebangkitan umat. Jika remaja rusak, nasib bangsa pun akan rusak. Ini adalah sebuah pandangan sederhana akan masa depan bangsa RI kedepan nanti. Jika kita lihat saat ini pergaulan remaja yang mulai bebas dan nggak mau ikuti aturan merupakan gambaran jelas keadaan generasi penerus bangsa.

Maka, melihat hal tersebut tentunya kita bertanya, apa yang sudah kita lakukan untuk mencegah penyalahgunaan narkoba di negeri ini. Narkoba telah menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat. Penyalahgunaan narkoba telah merasuk sampai ke sekolah-sekolah dan menjadi lahan empuk bagi pengedar, tanpa memikirkan akibat buruk yang ditimbulkan. Pemulihan ini meliputi fisik, psikologis, sosial, spritual, pendidikan, vokasional, dan hukum.

Sejumlah upaya yang dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan narkoba di antaranya pengurangan suplai dan pengurangan kebutuhan. Upaya pengurangan suplai adalah pemberantasan peredaran gelap narkoba. Sedangkan pengurangan kebutuhan adalah pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba.

Pencegahan penggunaan dan penyalahgunaan narkoba harus dilakukan sedini mungkin dan harus berkesinambungan. Pencegahan bukan semata-mata informasi mengenai bahaya narkoba, tetapi lebih menekankan pemberian keterampilan psikososial kepada anak untuk bersikap dan berperilaku positif, mengenai situasi penawaran atau ajakan, dan terampil menolak tawaran atau ajakan itu. Informasi mengenai bahaya narkoba kepada anak dan remaja tanpa ada usaha untuk mengubah perilakunya dengan memberikan keterampilan yang diperlukan, kurang bermanfaat. Bahkan, dikhawatirkan terjadi efek paradoksal, yaitu meningkatnya keingintahuan atau keinginan mencoba pada anak atau remaja.



Menurut Dr Made Oka Negara, S.Ked pihak konseling penanggulangan narkoba yang tergabung dalam KPA (komisi penanggulanagn Aids Bali) ada beberapa pendekatan yang menitikberatkan "bagaimana menjauhkan narkoba dari penggunaannya oleh masyarakat". Model medik dan kesehatan masyarakat menganggap penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit menular yang berbahaya sehingga penanggulangannya pun harus mengikuti pemberantasan penyakit menular.

Model psikososial menempatkan individu sebagai unsur yang aktif dalam penyalahgunaan narkoba. Pencegahan dengan model ini lebih ditekankan pada faktor perilaku individu. Hal ini didasarkan pada perilaku seseorang yang bergantung pada dinamika lingkungannya dari segi perkembangan dan pendidikannya maupun dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Pencegahannya ditujukan pada perbaikan kondisi pendidikan atau lingkungan psikososialnya, seperti sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pemberian informasi tentang narkoba dengan cara menakut-nakuti sangat tidak dianjurkan.
Model lain yang dikembangkan adalah model sosial budaya yang lebih menekankan lingkungan dan konteks sosial-budaya. Model ini menganggap penyalahgunaan narkoba sebagai salah satu perilaku yang menyimpang atau "tidak normal". Artinya, menyimpang dari norma sosial budaya yang berlaku, yang variabelnya ditentukan oleh kultur dan subkultur yang sangat kompleks. Sasaran pencegahannya, melakukan perbaikan kondisi sosial ekonomi lingkungan masyarakat dan pendidikan.“Untuk lingkungan pendidikan harus ada kegiatan tentang bahaya narkoba, mungkin bisa dalam bentuk pelajaran tambahan atau ekstrakulikuler yang mengikutsertakan sebuah media pendidikan”, kata Dr Oke, dengan senyum.

Sementara dalam lingkup pendidikan, kepala dinas Pendidikan propinsi Bali, Tia Kusuma Whardani SH.MM, mengaku prihatin banyaknya para pelajar khususnya SMA yang terjebak dalam penyalahgunan narkoba. Untuk ia dan jajarannya bekerja sama dengan pihak Polda dan KPA melakukan progam penyuluhan dan seminar di tiap sekolah. “Bahkan kita sarankan untuk mendirikan organisasi narkoba di setiap sekolah”, katanya disela-sela rapat pengumuman kelulusan SMA/SMA seBali (13/6/2008).

Dengan sekali-kali membetulkan kacamata di ruang rapat, Tia Kusuma Whardani SH.MM yang akrab di sapa Whardani menuturkan, selama ini pihak pendidikan telah melakukan banyak kegiatan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba. Pendidikan pencegahan ini merupakan pendidikan yang ditujukan kepada para pelajar yang punya risiko tinggi. Pendidikan bukan hanya mengajar atau memberikan informasi, tapi juga menyangkut sikap, nilai, keterampilan, serta aspek pengetahuan.

Pendidikan pencegahan di sekolah diharapkan bertujuan meningkatkan sikap dan perilaku positif yang dapat mencegah penyalahgunaan narkoba, kekerasan, dan perbuatan negatif lain, terampil menolak tekanan tawaran narkoba dan terlibat kekerasan, serta dapat berpartisipasi aktif dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba dan kekerasan. Ada beberapa jenis pendidikan pencegahan yang dapat diterapkan di sekolah maupun pada lingkungan pendidikan.

Pertama, latihan peningkatan percaya diri. Pemakaian narkoba dicegah dengan meningkatkan kompetensi sosial dan keberhasilan seseorang. Kompetensi sosial diartikan sebagai percaya diri, yaitu kemampuan untuk tidak menyetujui, menolak, mengajukan permintaan, dan untuk memulai percakapan. Keberhasilan seseorang diartikan sebagai kemampuan seseorang menampilkan perilakunya agar menghasilkan sesuatu dengan harapannya. Terkadang remaja bereksperimen dengan narkoba sebagai penolakan terhadap tuntutan keberhasilan dan kompetensi sosial.

Kedua, latihan keterampilan kognitif. Remaja cenderung bereksplorasi berbagai pilihan, serta mengambil risiko. Dalam latihan keterampilan kognitif dapat dilakukan hal-hal memberikan informasi yang tepat, sesuai dengan kebutuhan pribadinya, melatih remaja mengelola situasi sehari-hari melalui pendekatan pemecahan masalah dan curah pendapat, teknik "instruksi diri" guna melatih kendali diri atas perilaku mereka, melatih cara menyesuaikan diri terhadap stres, kecemasan, dan tekanan dengan teknik cognitive coping skills dan relaksasi, serta dengan mengembangkan keterampilan komunikasi siswa untuk meningkatkan percaya diri.

“Keputusan ada di tangan kita, memerangi narkoba atau “mengibarkan bendera putih”. Jika memilih memerangi Narkoba, tentu ada strategi yang harus digunakan. Penanggulangan narkoba dimulai dari unit yang paling kecil, yaitu diri kita sendiri. Tak hanya diri sendiri, keluarga punya peranan sangat penting juga, kemudian lingkungan sekitar hingga peran pemerintah dalam menentukan kebijakan”, ujar Whardani dengan serius disela-sela jam istirahat di kantor Depdiknas Propinsi.
Selain para pendidik di lingkup sekolah, peran orang tua juga sangat dibutuhkan. Orangtua adalah senjata paling efektif dalam menanggulangi Narkoba, Karena orangtua adalah guru dan teladan. Orangtua harus dapat menjalin hubungan komunikasi atau kasih yang efektif terhadap anaknya. Memberi semangat dan kasih sayang terutama pada saat menghadapi kesulitan, membantu menaikkan citra diri yang positif dan memberi contoh teladan yang baik kepada anak - anaknya.

Jero Herlina (55) warga Denpasar mengaku takut jika kedua putranya terkena ikut ikutan memakai narkoba. Untuk mengantisipasi ia aktif mengajak kedua putranya diskusi tentang bahaya narkoba. “Sejak kecil saya sudah biasakan diskusi santai dengan anak-anak tentang bahaya narkoba, puji syukur sampai saat ini mereka tidak mengkonsumsi narkoba”, katanya di kediaman jalan Imam Bonjol. “Kesedian Orangtua untuk mendiskusikanserta mendengarkan anak remaja Anda sangat penting untuk menimbulkan kepercayaan anak sehingga anak remaja bisa memulai mengembangkan harga diri, percaya bahwa mereka cerdas, berharga dan mampu membuat keputusan menyatakan " TIDAK " untuk mencoba Narkoba”, ujarnya menambahkan.